Nasikh-mansukh berasal dari kata nasakh. Dari segi etimologi, kata ini dipakai untuk beberapa pengertian: pembatalan, penghapusan, pemindahan dan pengubahan. Secara istilah yang berarti proses penghapusan atau pembatalan hukum syar’i yang telah ada untuk kemudian digantikan dengan hukum syar’i yang datang kemudian.
PERBEDAAN ANTARA NASAKH, TAKHSHIS DAN BADA’
Terdapat perbedaan diametral antara Ibnu Katsir, al Maghrabidan Abu Muslim al Ashfahanidalam memandang persoalan nasakh. Ibnu Katsir dan al Maghrabi menetapkan adanya pembatalan hokum dalam al quran. Al Ashfahani berpendapat bahwa tidak ada nasakh dalam al quran. Kalaupun didalam al quran terdapat cakupan hokum yang bersifat umum, untuk mengklasifikasinya dapat dilakukan proses pengkhushusan(takhshis). Dengan demikian takhshis, menurutnya dapat diartikan sebagai “mengeluarkan sebagian satuan (afrad) dari satuan-satuan yang tercakup dalam lafad ‘amm”.
Nasakh :
- Satuan yang terdapat dalam Nasakh bukan merupakan bagian satuan yang tedapat dalam Mansukh.
- Nasakh adalah menghapuskan hokum dari seluruh satuan yang tercakup dalam dalil mansukh.
- Nasakh hanya terjadi dengan dalil yang dating kemudian.
- Nasakh adanya menghapuskan hubungan Mansukh dalam rentang waktu yang tidak terbatas.
- Setelah terjadi nasakh, seluruh satuan yang terdapat dalam nasikh tidak terikat dengan hokum yang tedapat dalam mansukh.
Takhshis :
- Satuan yang tedapat dalam takhshis merupakan sebagian dari satuan yang terdapat dalam lafadz ‘aam.
- Takhshis adalah merupakan hokum dari sebagian satuan yang tercakup dalam dalil ‘aam.
- Takhshis dapat terjadi baik dengan dalil yang kemudian maupun menyertai dan mendahuluinya.
- Takhshis tidak menghapuskan hokum ‘aam sama sekali. Hokum ‘aam tetap berlaku meskipun sudah dikhushuskan.
- Setelah terjadi Takhshis, sisa satuan yang terdapat pada ‘aam tetap terikat oleh dalil áam.
HIKMAH ADANYA NASAKH
Adanya nasikh-mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya al-Qur’an itu sendiri dan tujuan yang ingin dicapainya. Turunnya Kitab Suci al-Qur’an tidak terjadi sekaligus, tapi berangsur-angsur dalam waktu 20 tahun lebih. Syekh al-Qasimi berkata, sesungguhnya al-Khalik Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi mendidik bangsa Arab selama 23 tahun dalam proses tadarruj (bertahap) sehingga mencapai kesempurnaannya dengan perantaraan berbagai sarana sosial. Hukum-hukum itu mulanya bersifat kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti Allah dengan yang lain, sehingga bersifat universal. Demikianlah Sunnah al-Khaliq diberlakukan terhadap perorangan dan bangsa-bangsa dengan sama.